1.pondok pesantren gading mangu
Pondok Pesantren Gading Mangu Perak Jombang merupakan salah satu pusat pendidikan agama Islam terbesar di Indonesia, yang menekankan pada pengajaran Al Quran & Al Hadist dan pembentukan akhlakul karimah generasi muda. Pondok Pesantren ini beralamat di desa Gading Mangu Perak Jombang Propinsi Jawa Timur. Lokasinya hanya 400 meter masuk ke utara pasar Jeruk Kecamatan Perak Kabupaten Jombang.
Disamping mendidik generasi muda menjadi mubaligh dan mubalighot handal yang menguasai ilmu Quran dan Hadist serta berakhlak mulia, Pondok Pesantren Gading Mangu sekaligus membina para santrinya agar mempunyai intelektualitas tinggi dan berwawasan global. Karena pondok pesantren ini ditunjang dengan sekolah umum tingkat SMP, SMU dan SMK di bawah pengelolaan Yayasan Budi Utomo.
Pondok Pesantren Gading Mangu saat ini menampung sebanyak 3.500 (tiga ribu lima ratus) siswa terbagi atas 1950 (seribu sembilan ratus lima puluh) santri putra dan 1.550 (seribu lima ratus lima puluh) santri putri berasal dari berbagai daerah di seluruh penjuru Indonesia. Dari jumlah santri tersebut sebanyak 1.139 orang sekolah di SMU Budi Utomo, 917 orang duduk di bangku SMK Budi Utomo dan 806 orang menjadi siswa SMP Budi Utomo.
Keuntungan sistem pendidikan terpadu ini antara lain: 1. Dalam kurun waktu yang sama siswa bisa menjadi mubaligh atau mubalighot dan menguasai / khatam Quran dan Hadist, sekaligus lulus pendidikan umum SMP, SMU atau SMK. 2. Biaya pendidikan relatif lebih efisien karena lokasi pondok pesantren menyatu dengan sekolah, tidak perlu biaya transport tambahan. Sedang biaya pemondokan total hanya Rp 190.000,- (seratus sembilan puluh ribu rupiah) per bulan sudah termasuk uang makan. 3. Karena kegiatan sekolah dan pondok yang ketat maka siswa dituntut hidup disiplin, tidak ada waktu luang untuk kegiatan sia-sia; seperti keluyuran, nonton TV dan main game secara berlebihan, dugem dan aktivitas lain yang menjurus pada pelanggaran hukum dan aturan agama. 4. Karena siswa Pondok Pesantren ini berasal dari berbagai daerah di Indonesia, maka secara langsung setiap siswa akan saling mengenal dan lebih memahami budaya, geografis dan adat istiadat berbagai etnis bangsa Indonesia
Pondok Pesantren Gading Mangu yang mulai beroperasi tahun 1952 ini memiliki fasilitas antara lain gedung asrama putri, gedung asrama putra, aula, wisma tamu, dapur umum dan pusat kegiatan siswa yaitu Masjid Baitul Antiq yang diresmikan oleh Bupati Jombang H. Soewoto Adiwibowo pada tanggal 7 Januari 1997.
Program Pendidikan di Pondok Pesantren Gading Mangu meliputi:
Pendidikan Agama
- Quran; bacaan, terjemahan, dan tafsir
- Hadist Himpunan
- Faroidh; hukum pembagian waris
- Qiroatu Sab'ah
- Nahwu shorof
- Kutubu Sittah
- Budi pekerti / Akhlakul Karimah
- Wawasan kebangsaan
- Olah raga dan Outbond
- Kewirausahaan / Enterprenuership dan
- Pengabdian Masyarakat
Mengantisipasi perkembangan jamaah Muslim di Indonesia Pondok Pesantren Gading Mangu pada tahun 2000 berkembang ke selatan bersebelahan dengan sekolah Budi Utomo dengan pusat kegiatan di Masjid Luhur Nur Hasan. Sekarang pondok pesantren ini diasuh oleh 140 (seratus empat puluh) guru dan dibantu oleh 135 orang petugas /pegawai.
Tampak ruang terbuka Pondok Pesantren Gading Mangu 2 yang dilingkupi gedung SMK Budi Utomo, Gedung Serbaguna dan Masjid Luhur Nur Hasan. Ruang terbuka ini juga berfungsi sebagai lapangan olah raga dan tempat parkir bagi para pengunjung pondok pesantren.
Di belakang gedung SMK adalah gedung pondok pesantren Gading Mangu 2 yang terdiri dari; asrama putra, ruang belajar mengajar, perpustakaan, wisma tamu, dapur dan ruang.
2.Pondok Pesantren Walibarokah Burengan Banjaran kediri
http://id.islam.wikia.com/wiki/Pondok_Pesantren_Walibarokah_Burengan_Banjaran_Kediri
Pondok Pesantren Walibarokah Burengan Banjaran Kediri dibawah naungan yayasan Wali Barokah didirikan atas gagasan KH. Nurhasan Al Ubaidah bin KH Abdul Aziz yang ingin menyiarkan agama Islam secara murni, mukhlis berpedoman kitab suci Al-Qur'an dan Al-Hadits dengan berlandaskan pada hak dasar kebebasan beragama yang dijamin oleh Undang - Undang Dasar 1945, maka diperjuangkanlah syiar agama Islam dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai kelanjutan perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan, mencapai cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, mutlak diperlukan partisipasi dan peran serta dari segenap lapisan masyarakat Indonesia. Memberikan peningkatan kehidupan beragama serta partisipasi pembangunan masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik material maupun spiritual dan berakhlakul karimah bagi seluruh rakyat Indonesia.
Secara historis pendirian Yayasan Wali Barokah ini diawali pada tahun 1950, saat KH. Nurhasan Al Ubaidah bertabligh ke wilayah Kabupaten Kediri. Dakwahnya dilakukan di sebuah surau milik Mbah Damah yang pada waktu itu dikenal sebagai orang kaya di Desa Burengan, Kecamatan Pesantren, Kabupaten Kediri. Pada waktu itu diadakan pengajian Al Qur'an yang diikuti 25 (dua puluh lima) orang.
Berkat kesabaran dan kegigihannya, lambat laun Beliau membeli sebuah rumah di jalan Kenari No. 9 yang lokasinya berdekatan dengan surau Mbah Damah (sekarang dikenal sebagai Jalan Letjend. Suprapto gang I/21 Kediri) yang menjadi cikal bakal Pondok Pesantren di Desa Burengan, Kecamatan Pesantren, Kabupaten Kediri dan Desa Banjaran, Kecamatan Kota, Kabupaten Kediri yang akhirnya menjadi sebuah Pondok Pesantren besar bernama Pondok Pesantren Burengan-Banjaran Kediri.
Pada akhir tahun 1971 dikarenakan kondisi fisik KH. Nurhasan Al Ubaidah mulai menurun dan sakit yang berkepanjangan, maka pengelolaan Pondok Burengan-Banjaran Kediri diserahkan kepada Yayasan Lembaga Karyawan Islam (Lemkari) di bawah pimpinan Drs Bachroni Hartanto.
Pada hari Kamis, tanggal 11 Maret 1982 Beliau wafat dan sebagai pengesahannya secara yuridis, pada tanggal 03 Mei 1983 para ahli waris yang diwakili oleh KH. Abdul Dhohir menyerahkan pengelolaan Pondok Pesantren Burengan-Banjaran Kediri kepada pendiri Lemkari Raden Eddy Masiadi, Drs Bachroni Hartanto, Soetojo Wirjo Atmodjo BA, Wijono BA, Drs. Nurhasjim yang dalam nota penyerahannya diwakili oleh Drs Bachroni Hartanto untuk dan atas nama Direktorium Pusat Lemkari, yang saat itu Beliau juga sebagai Ketua Pondok Pesantren Lemkari Burengan-Banjaran Kediri.
Dalam perkembangannya Pondok Pesantren Lemkari yang selanjutnya diadopsi sebagai nama YAYASAN WALI BAROKAH mengembangkan sarana dan prasarana diantaranya adalah gedung DMC,Gedung Wali Barokah yang dijadikan ruang utama kegiatan belajar mengajar dan Menara menara tertinggi di Indonesia yaitu menara asma'ulhusna. Sesuai dengan namanya menara ini tingginya 99 (sembilan puluh sembilan) meter dengan kubah / mahkota berlapis emas seberat 60 kg. Menara Asmaulhusna dapat dilihat dari berbagai pelosok kota Kediri. Sebaliknya jamaah Muslim dapat melihat seluruh penjuru kota Kediri dari ketinggian setiap balkon menara. Menara Asma'ulhusna saat ini tercatat sebagai menara Islam tertinggi di Indonesia dan telah menjadi ikon (landmark) Kota Kediri yang sangat menonjol dan indah. Secara filosofi Menara Asmaulhusna merupakan identitas LDII dan simbol KEBESARAN dan KEBENARAN QUR'AN HADIST yang dibawa oleh Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
http://id.islam.wikia.com/wiki/Lembaga_Dakwah_Islam_Indonesia
Daftar isi |
IDENTITAS 
Nama PonPes : Yayasan Pondok Pesantren Wali Barokah Berdiri Tahun : 1950 M
Alamat Sekretariat : Jalan HOS Cokroaminoto 195 Kediri Jawa Timur
LEGALITAS 
Badan
Hukum : Yayasan Nomor Akta : 08 Tanggal 18 Juni dan
Nomor 09 Tanggal 22 September 2010 Disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM
tanggal 18 Oktober 2010 Nomor AHU.4294.AH.01.04 Tahun 2010
TUJUAN 
Sesuai
dengan visi, misi, tugas pokok dan fungsi Pondok Pesantren maka tujuan
yang ingin dicapai adalah :Meningkatkan kualitas peradaban, hidup,
harkat dan martabat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara serta turut serta dalam pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya, yang dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa guna terwujudnya masyarakat madani yang demokratis dan
berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila, yang diridhoi Allah Subhanahu
Wa ta’ala.
Fasilitas 
Pondok
pesantren yang terletak di tengah kota Kediri ini memiliki fasilitas
yang cukup lengkap yang dapat digunakan untuk proses pembelajaran para
santri. Secara umum dapat dikatakan bahwa Pondok Pesantren Walibarokah
Burengan Banjaran Kediri memiliki kapasitas untuk menampung santri
mukim sebanyak sekitar 2000 orang baik laki-laki maupun perempuan dan
sekitar 50 orang pengurus dan guru pondok beserta keluarganya. Bangunan-bangunan pondok terletak di atas tanah seluas 3,4 hektar yang terdiri dari antara lain: kantor pondok 2 lantai, bangunan parkir 7 lantai, gedung Aula Wali Barokah 3 lantai, Gedung DMC Asrama Putra 50 kamar 3 lantai, Asrama Putri 70 kamar 3 lantai, Masjid Baitil A’la 3 lantai, Menara Asma'ulhusna setinggi 99 meter, bangunan kamar tamu umum pria 2 lantai, kamar tamu umum wanita, kamar tamu Wisma Tenteram, Gedung Pengajian, Kantor Organisasi LDII, bangunan rumah para pengasuh dan pengajar, Unit Kesehatan Pria, Unit Kesehatan Wanita, Dapur Asrama, ruang makan tamu, ruang olah raga fitness, lapangan olah raga tenis lantai, dan berbagai unit bangunan lain seperti dapur kamar mandi, ruang tamu, dan sebagainya. Beberapa dari gedung-gedung itu penggunaanya diresmikan oleh para pejabat negara seperti Gedung Aula wali barokah diresmikan oleh Menteri Siswono Yudho Usodo.
Para santri putri (santriwati) dan santri putra (santriwan) dipisahkan dengan menempati gedung yang berbeda, meskipun jaraknya tidak terlalu jauh dan masih satu kompleks. Antara asrama putra dan putri terpisahkan oleh masjid. Namun demikian pada jalan menuju ke masjid dibuat tanda pemisah yang terbuat dari tali antara jalan yang khusus santriwati dan santriwan agar di antara mereka tidak senggol menyenggol atau bertabrakan.
Selain memiliki sarana meja-kursi untuk mengaji sebanyak ± 1.500 unit juga terdapat fasilitas antara lain mobil van 4 unit, truk 2unit, minibus 1 unit, dan sepeda motor sebanyak 20 unit. Selain itu, untuk sarana belajar juga disediakan perpustakaan dan fasilitas komputer serta tempat praktek untuk pelajaran ketrampilan seperti menjahit, memasak, dan sebagainya. Selain itu Pondok Pesantren Walibarokah Burengan Banjaran Kediri juga memiliki koperasi atau yang disebut Usaha Bersama (UB) yang menyediakan berbagai keperluan sehari-hari dan sembako (sembilan bahan pokok). Selain itu juga ada unit UB yang menangani penjualan kitab-kitab yang dibutuhkan oleh para santri dan para peziarah yang datang dari luar kota yang ingin ber-silaturrahim di Pondok Pesantren Walibarokah Burengan Banjaran Kediri. Selain disediakan oleh UB, berbagai keperluan ibadah dan pakaian termasuk-kitab-kitab juga dijual oleh kios-kios yang dimiliki oleh keluarga pengurus Pondok Pesantren Walibarokah Burengan Banjaran Kediri dan Dewan Guru yang tinggal di dalam kompleks Pondok Pesantren Walibarokah Burengan Banjaran Kediri. Fasilitas lain adalah tersedianya air minum di dalam dispenser yang dapat digunakan oleh dan untuk kesejahteraan seluruh civitas akademika
Satu hal yang menyolok adalah bahwa fasilitas-fasilitas tersebut di atas tampak bersih dan terawat serta tidak terkesan adanya kekumuhan yang secara umum merupakan salah satu ciri khas dari pondok pesantren. Hal ini barangkali tidak luput dari peran seksi Kebersihan pondok yang dapat memberdayakan segala sumber daya yang ada di kampus.
Sistem Pendidikan
Visi yang ingin dicapai oleh Pondok Pesantren Walibarokah Burengan Banjaran Kediri adalah terlaksananya cita-cita yang dikenal dengan ‘Tri Sukses Pondok LDII’ yang mencakup sukses dalam bidang akhlak, alim, dan terampil/mandiri. Dalam bidang akhlak, pondok ini berusaha untuk mencetak manusia yang berwatak akhlakul karimah, mempunyai budi pekerti luhur, mempunyai tata karma, dan sopan santun dalam pergaulan masyarakat dan keluarga. Para alumni diarapkan menjadi manusia yang memiliki jati diri, berwatak budi luhur, mampu bergaul dengan masyarakat, menghargai orang tua, dan mentaati segala peraturan dan perundang-undangan. Dalam bidang ilmu, pondok ini berusaha untuk mencetak manusia-manusia yang berilmu, mempunyai bekal ilmu agama Islam yang mantap serta mampu mengamalkan ilmu agama secara benar baik secara pribadi maupun sebagai warga masyarakat. Di bidang ketrampilan dan kemandirian, pondok ini bertekad untuk mencetak insane mandiri. Oleh karena ini di samping para santri menerima pelajaran ilmu-ilmu agaa, merekajuga diberi bekal ketrampilan ssuai dengan bakatnya seperti kerampilan menjahit/ bordir, pertukangan batu/ kayu, elektronik, perbengkelan, pertanian, dan sebagainya. Denbgan demikian diharapkan setelah mereka lulus dari pondok tidak akan menggantungkan diri dapa keluarga dan orang tua, tetapi dapat hidup mandiri.
Kurikulum 
Pondok
Pesantren Walibarokah Burengan Banjaran Kediri merupakan ‘pondok
tradisional plus’. Dalam hal ini santri tidak hanya diberi pelajaran
ilmu agama saja tetapi juga dibekali ketrampilan sehingga bisa tercipta
sumber daya manusia yang trampil dan mandiri yang dilandasi iman dan
taqwa kepada Tuhan. Secara umum dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan
di pondok pesantren ini bersifat non formal. Dalam hubungan ini,
sistem pendidikan tidak mengenal adanya tingkatan formal dan akhir
tahun ajaran. Para santri dikelompokkan atas dasar spesialisasi kitab
dan daya serap ilmu yang diajarkan. Setiap santri yang sudah merasa siap
dapat mengajukan ujian untuk memperoleh kelulusan. Ada berbagai kelompok pembelajaran sesuai dengan tingkat kompetensi masing-masing santri mulai dari kelas anak-anak, pemula, hingga kelas untuk persiapan ujian. Paling tidak ada sembilan kelompok pembelajaran yaitu Cabe Rawit (usia 5-12 tahun), Menulis Arab, Bacaan Al Qur’an, Tafsir Lambatan Jawa, Tafsir Lambatan Indonesia, Tafsir Cepatan Jawa, Tafsir Cepatan Indonesia, Ujian/ Test, dan Lanjutan/ Terampil.
Pada kelompok pembelajaran Cabe Rawit, pelajaran yang diberikan adalah hafalan doa-doa shalat, praktek shalat, hafalan doa harian, thoharoh, menulis huruf Arab dan Pegon, pendidikan akhlak. Pada kelompok pembelajaran Menulis Arab diajarkan mata pelajaran menulis huruf Hijaiyah, menulis Pegon, materi Pegon. Adapun kelompok pembelajaran Bacaan Al Qur’an diberi pelajaran tajwid dan materi bacaan. Sementara itu kelompok pembelajaran Tafsir Lambatan Jawa memberikan pelajaran kajian Al Qur’an dan Hadits dalam bahasa Jawa yang disertai dengan materi kelompok lambatan, sedangkan kelompok Tafsir Lambatan bahasa Indonesia diberikan dalam bahasa Indonesia. Demikian juga kelompok pembelajaran cepatan baik bahasa Jawa maupun Indonesia materinya sama hanya saja disampaikan dalam bahasa Indonesia dengan ditambah materi kelompok cepatan.
Sementara itu kelompok pembelajaran ujian/ test (tiga bulan) memberikan pelajaran lebih komprehensif yaitu: bacaan Al Qur’an, Tafsir Al Qur’an, Metode Dakwah, Manajemen, Penyuluhan Hukum, Penyuluhan Kesehatan, dan Keputrian. Adapun kelompok pembelajaran Terampil/ Lanjutan berlangsung selama 1 tahun dengan mendapatkan materi Tafsir Kutubussitah (Kajian enam hadits sahih).
Bahan Ajar 
Bahan
ajar pokok yang digunakan dalam proses pembelajaran di Pondok
Pesantren Walibarokah Burengan Banjaran Kediri adalah sumber asli agama
Islam yaitu Al Qur’an dan Al Hadits. Para kyai dan santri memanfaatkan
kedua kitab itu sebagai sumber primer. Kitab-kitab yang sifatnya
sekunder karya para ulama tidak digunakan. Memang betul bahwa hampir
semua pondok pesantren mendasarkan diri pada Al Qur’an dan Hadits, namun
bahan ajar yang digunakan tidak langsung pada kajian-kajian kedua
kitab itu, tetapi menggunakan kitab-kitab sekunder karya para ulama
besar terdahulu seperti kitab fiqih, tauhid, dan sebagainya. Di samping
kedua kitab utama itu juga diajarkan beberapa ilmu tambahan seperti
ilmu tawid, menulis Arab, bahasa Arab, Nahwu, Sorof, Usul Fiqih,
Mustholah Hadits, dan sebagainya. Sementara itu materi ketrampilan
terdiri dari berbagai kursus sesuai dengan bakat mereka. Sedangkan
materi yang berkaitan dengan kemasyarakatan dan pemerintahan, pondok
ini mengajarkan olah raga, bakti sosial, bahasa Indonesia, metode
dakwah, manajemen, dan sebagainya. Kitab Al Qur’an yang menjadi bahan kajian sama dengan kitab yang dipakai oleh masyarakat umum seperti terbitan Toha Putera, Gunung Agung, dan sebagainya. Seringkali kitab Al Qur’an yang digunakan oleh para santri dan kyai berasal dari terbitan negara-negara Timur Tengah, khususnya Beirut. Terbitan ini diperoleh ketika para santri menunaikan ibadah haji di Mekkah ataupun titip kepada calon haji untuk dapat dibelikan di sana. Kadang-kadang mereka memperoleh kitab itu dari oleh-oleh sahabat mereka yang baru saja datang dari Mekkah. Seringkali kitab-kitab terbitan luar negeri ini berfungsi ganda yaitu sebagai bahan ajar dan sekaligus sebagai kebanggaan yang dipajang di almari. Sudah barang tentu kitab-kiab hadits yang dibeli di Mekah ataupun Madinah merupakan kitab-kitab hadits besar. Namun demikian ada juga yang memperoleh kitab itu dengan cara membeli dari toko-toko kitab di Indonesia.
Biasanya kitab Al Qur’an yang dipakai oleh para kyai dan santri berupa kitab ‘kosongan’ dalam arti bukan kitab yang sudah diberi terjemahan. Para santri, khususnya santri pemula, lebih memilih kitab Al Qur’an yang lembaran halamannya memiliki space yang lebar yang memungkinkan mereka dapat mengisinya dengan makna yang diajarkan oleh sang kyai di sela-sela di antara baris yang ada.
Bahan ajar pokok ke dua adalah kitab-kitab hadits atau sunnah nabi. Kitab ini merupakan kitab yang dihimpun oleh para penghimpun hadits yang berisi segala pikiran, ucapan, tindakan dan tauladan Nabi Muhammad SAW. Kesaksian dari orang-orang yang masih sempat berguru dengan pendiri Pondok Pesantren Walibarokah Burengan Banjaran Kediri yaitu KH Nur Hasan Al Ubaidah mengatakan bahwa kyai itu menguasai ilmu Hadits (memberi makna dan keterangan) sebanyak 49 jenis himpunan Hadits yang terdiri dari 6 hadits yang biasanya dikategorikan sebagai kutubussitah (yang tingkat kesahihannya diakui semua sekte Islam kecuali Syiah dan beberapa sekte yang mengingkari keabsahan hadits nabi) dan sisanya adalah berbagai hadits komplemen. Kitab-kitab hadits kutubussitah terdiri dari himpunan hadits yang disusun oleh Buchori, Muslim, Ibn Majjah, Abi Daud, Sunan Tirmidzi, dan Nasa’i.
Selain kitab hadits-hadits besar, juga dijumpai bahan ajar yang berupa kitab-kitab himpunan. Kitab himpunan merupakan cuplikan-cuplikan hukum-hukum atau dalil-dalil dari Al Qur’an dan Hadits yang disusun berdasarkan bidang atau topic tertentu seperti Kitabussholah (kitab tentang shalat), Kitabudda’wat (kitab kumpulan doa-doa), Kitabul Ilmi (kitab tentang kewajiban belajar ilmu agama), Kitabul Imaroh (kitab tentang keimaman), dan sebagainya. Berdbeda dengan kitab Al Qur’an dan Hadits, kitab-kitab himpunan ini disusun sendiri oleh pondok pesantren. Dalil-dalil yang dituangkan dalam kitab-kitab himpunan ini merupakan dasar-dasar hukum yang kuat dan applicable.
Jika dilihat dari isinya, kitab-kitab himpunan ini merupakan pengantar bagi para pemula atau jamaah baru. Penggunaan kitab himpunan untuk para pemula ini didasari atas pertimbangan jika mereka langsung belajar dari kitab-kitab besar saja maka berbagai jenis amalan urgen yang harus segera dilakukan tidak bisa segera diamalkan secara benar. Oleh karena itu jika ada jamaah baru maka di samping mereka mengkaji kitab-kitab besar, juga diberikan kitab-kitab himpunan agar dapat segera beramal secara benar sehingga jika meninggal sewaktu-waktu mereka sudah dalam pengamalan yang benar. Dalam hubungan itu kitab-kitab hadits besar merupakan bahan ajar pengayaan dan pendalaman.
Bahan ajar yang juga sangat penting dalam menjaga keimanan para santri adalah nasehat-nasehat ulama yang dituangkan dalam bentuk teks tertulis. Teks ini disebarluaskan dan menjadi bahan pembinaan baik bagi para santri di pondok pesatren Burengan maupun warga LDII secara umum. Teks nasehat ini berisi nasehat-nasehat dalam konteks mengatasi persoalan-persoalan actual dengan menggunakan dasar-dasar hukum Islam yaitu Al Qur’an dan Hadits. Dalam hukum Islam nasehat ulama merupakan salah satu bentuk dasar hukum Islam yang disebut ijma’ atau ijtihad.
Metode Pembelajaran 
Dalam
Islam, pembelajaran pada hakekatnya adalah proses pemindahan
pesan-pesan dari satu orang kepada orang lain. Metode pembelajaran yang
digunakan baik dalam pondok pesantren maupun pengajian di masjid-masjid
yang diikuti oleh jamaah biasa adalah metode sebagaimana yang
digunakan oleh Nabi. Jadi ada semacam gerakan pemurnian dalam metode
pembelajaran. Dalam agama Islam, sejak nabi Muhammad SAW dan para
khalifah serta sahabat , proses pemindahan pesan-pesan yang terkandung
dalam Al Qur’an dan Hadits dilakukan melalui metode membaca, menulis,
dan mendengar yang dalam ilmu komunikasi disebut sebagai verbal
communication. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW: ‘Kalian
mendengar (ilmu dariku), kemudian kalian didengar oleh murid kalian dan
murid kalian didengar ole muridnya’ (Hadits Riwayat Abu Dawud). Jadi
metode transfer ilmu dalam PPB mencakup dua aspek sekaligus yaitu
komunikasi lisan (oral communication) dan komunikasi tulisan (written
communication). Oleh karena metode ini bukan hanya diterapkan di Pondok Pesantren Walibarokah Burengan Banjaran Kediri saja tetapi juga di seluruh pondok LDII maka para jamaah biasa sudah terbiasa dengan metode pembelajaran di pesantren. Metode ini merupakan metode pembelajaran di mana guru menyampaikan makna dan keterangan serta sejarah turunnya ayat-ayat atau hadits yang bersangkutan. Materi yang diampaikan oleh mubaligh itu berasal dari gurunya dan seterusnya sambung-menyambung hingga sampai kepada para sahabat dan Nabi. Demikian juga para santri akan menyampaikan bahan ajar itu kepada orang lain menjadi binaannya. Jadi metode pembelajaran ini saling mengikat secara keilmuan atau guru dan murid memiliki hubungan yang tiada terputus bagaikan rantai yang teputus-putus.
Dalam kontek ini, pelaksanaan metode pembelajaran Islam yang murni dan konsisten akan mengokondisikan kemurnian ajaran Islam itu sendiri. Metode ini menjauhkan pikiran-pikiran ke arah reintepretasi terhadap hukum-hukum Islam yang akan menimbulkan perpecahan-perpecahan agama. Memang ijtihad diakui sebagai salah satu dasar hukum tetapi ijtihad ini diarahkan untuk memberi jalan keluar terhadap persoalan-persoalan aktual dengan dasar hukum Al Qur’an dan Hadits.
Sebaliknya pembelajaran yang islami ini juga dapat dilakukan dengan cara murid, karena mungkin murid sudah pandai, membacakan kitab, makna, dan keterangan. Sementara itu guru mendengarkan, membenarkan atau menyalahkan. Jika santri sudah membacakan kitab di hadapan guru dan jika sang guru bisa menerimanya maka ilmu sang murid sudah sah. Cara seperti ini isebut sebagai munawalah.
Kegiatan Santri 
Para
santri biasanya bangun atau dibangunkan pada waktu pukul 02.00 dini
hari untuk melakukan sholat malam (sholat tahajud, sholat hajad, sholat
tasbih, dan sebagainya), dzikir, dan doa sepertiga malam yang terakhir
yang diyakini merupakan waktu yang mustajab (manjur) untuk memanjatkan
doa kepada Allah. Bagi santri yang tidak mengantuk dan masih memiliki
semangat akan terus melakukan doa hingga menjelang waktu sholat subuh.
Setelah menunaikan sholat subuh, para santri kemudian mengaji Al Qur’an
secara umum, yaitu bacaan, makna, dan keterangan. Pengajian yang
diselenggarakan di masjid Baitil A’la ini diikuti oleh semua kelompok
pembelajaran. Mereka duduk dengan santai di lantai masjid dengan
memegang kitab mereka masing-masing. Kegiatan ini berlangsung hingga
pukul 06.00. Setelah itu para santri kemudian istirahat. Pada umumnya
mereka melakukan persiapan belajar dan ada juga yang mencuci pakaian.
Mereka makan pagi mulai pukul 07.00. Pelajaran dimulai pukul 08.00 hingga pukul 09.30 sesuai dengan kelompok pembelajaran mereka masing-masing. Setelah istirahat selama setengah jam, mereka belajar lagi dari pukul 10.00 hingga pukul 11.00. Setelah itu mereka diberi kesempatan untuk istirahat hingga sholat dhohor. Kegiatan selanjutnya adalah makan siang dan istirahat hingga pukul 14.00. setelah itu mereka menerima pelajaran lagi hingga waktu sholat asar sekitar pukul pukul 15.00. Setelah sholat mereka istirahat sambil nderes atau memperdalam kitab secara sendirian ataupun dengan teman-teman kelompok ataupun sekedar membaca Al Qur’an.
Setelah mandi dan makan sore mereka bergegas ke masjid untuk persiapan sholat maghrib. Sambil menunggu imam sholat, biasanya mereka membaca Al Qur’an. Setelah sholat maghrib dilanjutkan dengan nasehat dari pengurus pondok ataupun dari ustadz. Kegiatan ini berlangsung hingga menjelang sholat isya’. Setelah sholat isya’ dilanjutkan dengan pelajaran hingga pukul 10.00. Setelah itupara santri dipersilahkan untuk istirahat tidur. Namun demikian biasanya nderes terlebih dahulu sebelum tidur. Mereka dibangunkan pukul 02.00 malam. Apa yang menarik adalah setelah bangun mereka harus mengadakan apel sesuai dengan kelompok masing-masing dan diabsen untuk melakukan sholat malam dan doa sepertiga malam yang terakhir.
Selain kegiatan harian sebagaimana yang digambarkan di atas juga ada kgiatan mingguan. Kegiatan ini khsusus untuk melatih para santri untuk dapat berorasi di depan publik. Kegiatan ini dilakukan setiap hari Jumat pukul 13.30 yang dilakukan secara berkelompok dan bergiliran. Tidak ada kegiatan bulanan secara khsusus di Pondok Pesantren Walibarokah Burengan Banjaran Kediri. Sementara itu kegiatan semesteran atau semesteran berupa khataman Al Qur’an, kemudian enam bulan berikutnya khataman Al Qur’an lagi, namun enam bulan berikutnya bukan khataman Al Qur’an tetapi khataman khutubussitah (kitab hadits enam) dan setelah itu kembali khataman Al Qur’an dan seterusnya. Biasanya kegiatan khataman ini bukan hanya diikuti oleh para santri yang ada di PPB tetapi juga dari pondok mini lain yang ada di seluruh Indonesia, bahkan tidak sedikit pula para warga LDII dari seluruh penjuru dunia yang memiliki kesempatan dan biaya akomodasi mengikuti kegiatan ini. Kegiatan tahunan lain adalah pondok romadhlon. Kegiatan ini diisi dengan kajian-kajian kitab secara marathon mulai setelah shalat subuh pada pagi hari hingga pukul 22.00. Bahkan pada sepuluh hari terakhir di bulan romadhlon (malam lailatul qodar) kegiatan pengajian dilakukan hingga pukul 24.00. Jumlah santri pun juga mengalami peningkatan hampir dua kali lipat, karena banyak peserta yang berasal dari luar santri Pondok Pesantren Walibarokah Burengan Banjaran Kediri.
Hubungan Sosial dengan masyarakat
Penugasan 
Sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya bahwa rekruitmen santri di Pondok
Pesantren Burengan berasal baik dari kiriman takmir-takmir masjid
maupun dari para jamaah yang secara sukarela ingin memperdalam secara
efektif ilmu agama di pondok pesantren.7 Para santri yang telah
menamatkan pelajaran di Pondok Pesantren Burengan biasanya langsung
ditugaskan oleh pondok untuk mengabdikan ilmunya di masjid-masjid yang
memang membutuhkan. Seperti diketahui bahwa masjid-masjid ini merupakan
suatu unit komunitas terkecil yang sebetulnya secara langsung memiliki
umat. Oleh karena itu para takmir masjid ini sebetulnya yang mengetahui
secara pasti apakah mereka membutuhkan tambahan mubaligh atau tidak.
Mereka yang biasanya menyampaiakn kebutuhan akan mubaligh untuk kemudian
pengurus pada tingkat kota atau kabupaten menyampaiakan kepada Pondok
Burengan. Pada saat sekarang ini sudah jarang satu masjid hanya
memiliki satu mubaligh. Kebanyakan setiap masjid sudah memiliki dua
hingga 3 mubaligh dan bahkan banyak pula yang memiliki tiga mubaligh,
terutama di kota-kota. Selama penugasan pertama itu para mubaligh pemula langsung terjun di masjid-masjid untuk melayani para jamaah. Mereka harus berkonsultasi dengan mubaligh-mubaligh setempat. Selain itu mereka juga harus berkoordinasi dengan para pengurus atau takmir masjid setempat dalam pelayanan umat. Demikian juga para mubaligh muda ini harus melakukan pendekatan dengan para jamaah setempat beserta masyarakat yang ada di sekitar masjid yang mungkin hanya sebagian kecil yang ikut kegiatan pengajian di masjid-masjid LDII. Dengan demikian peran mubaligh sangat signifikan dalam pembentukan citra warga LDII di tingkat lokal. Sang mubaligh muda harus dapat bertindak sebagai suri tauladan bagi jamaah setempat.
Selama masa penugasan para mubaligh muda ini biasanya tidak diperbolehkan pulang ke rumah orang tua. Mental mereka digembleng untuk terbiasa jauh dengan orang tua serta dapat mandiri. Suatu hal yang menarik adalah bahwa selama bertugas, kehidupan ekonomi mereka secara ‘bil ma’ruf’ atau secukupnya ditanggung oleh jamaah masjid yang dibinanya.
Setelah masa penugasan selesai, mereka dibebaskan untuk pulang ke rumah orang tua. Untuk selanjutnya mereka harus siap untuk ditugaskan ke berbagai daerah baru jika mereka masih menginginkan. Untuk selanjutnya daerah (tingkat kota atau kabupaten) yang akan menentukan di masjid mana mereka harus mengabdi.
Praktik Budi Luhur 
Dalam
pembelajaran di Pondok Pesantren Walibarokah Burengan Banjaran Kediri
ditekankan bahwa pemahaman terhadap Al Qur’an dan hadits secara
intelektual belum cukup. Para santri ditekankan untuk memiliki afeksi
dan psikomotor islami sebagai manifestasi dari pemahamannya terhadap
hukum Islam. Jika pemahaman secara intelektual terhadap hukum Islam
barangkali lebih berhubungan dengan kehidupan pribadi, tetapi
aspek-aspek sikap dan tingkah laku lebih banyak berhubungan dengan orang
lain. Aspek-aspek yang disebutkan terakhir inilah yang akan
menciptakan pencintraan terahadp warga LDII. Tingkat penerimaan
masyarakat terhadap gerakan yang dibawa oleh LDII sangat bergantung
kepada aspek sikap dan tingkah laku para mubaligh pada khususnya dan
warga LDII pada umumnya. Oleh karena itu Pondok Pesantren Walibarokah
Burengan Banjaran Kediri selalu menekankan pentingnya memiliki budi
luhur atau akhlaqul karimah bagi segenap warga LDII. Praktik budi luhur di dalam masyarakat mencakup beberapa hal, antara lain mengagungkan dan taat kepada orang tua, mengagungkan kepada para ulama, budi luhur terhadap sesama muslim, dan budi luhur terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. Sikap mengagungkan dan taat kepada orang tua (selagi tidak perintah maksiat) merupakan amal sholih dan sekaligus perintah dari Allah meskipun orang tua itu bukan seorang muslim. Praktik budi luhur kepada orang tua anatara lain bertutur kata dengan bahasa yang halus atau sopan, bila disuruh segera melaksanakan jika tidak maksiyat, bila dinasehati anak harus mendengarkan dan tidak memotong pembicaraan, senang membantu pekerjaan orang tua di rumah, tidak bohong dan jujur kepada mereka, dan sebagainya.
Bersikap mengagungkan kepada para ulama merupakan suatu kewajiban. Kepada para santri dan warga LDII selalu ditekankan tentang pentingnya sikap mengagungkan kepada para pengurus. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan bahwa mereka memiliki andil yang besar dalam mencerdaskan masyarakat. Para ulama dan mubaligh juga merupakan ‘wasilah’ atau perantara bagi ilmu-ilmu Islam. Beberapa contoh sikap dan prilaku yang menunjukkan sikap mengagungkan ulama antara lain: memanggil dengan panggilan yang sopan, berbicara dengan nada suara yang rendah, jika ulama berbicara maka harus mendengarkan, tidak membelakanginya ketika sedang dalam pengajian, jika ulama berbuat kesalahan ketika mengajar tidak boleh dihina, dan sebagainya.
Terhadap sesama muslim juga dikembang sikap budi luhur. Sesama muslim harus dibangun sikap ukhuwah islamiyah atau persaudaraan dalam Islam. Di dalam pembelajaran di Pondok Pesantren Burengan, semangat persaudaaan Islam ini betul-betul sangat ditekankan. Hal ini antara lain dapat diliohat dari semangat dan sikap bahwa harta sesama muslim adalah haram untuk diambil secara tidak sah, sesama muslim tidak boleh saling menghina dan menjatuhkan namanya. Di samping itu ditekankan bahwa sesama muslim tidak bolah saling membunuh. Ajaran moral yang Islami semacam ini sangat menarik sebagai bekal yang berarti bagi santri alumni Pondok Pesantren Walibarokah Burengan Banjaran Kediri.
Keberadaan warga LDII di tengah-tengah masyarakat bagaikan ikan yang berada di dalam air. Oleh karena itu pembinaan akhlak di Pondok Pesantren Walibarokah Burengan Banjaran Kediri juga selalu menekankan betapa pentingnya para alumni pondok membangun hubungan baik dan kemitraan dengan masyarakat di mana mereka mengabdikan ilmu agamanya. Mereka yakin bahwa dakwah dengan perbuatan (bil khal) menjadi sarana yang hebat untuk mnyebarkan Islam. Beberapa ajaran dalam kaitannya dengan budi luhur kepada masyarakat antara lain: apabila bertemu dengan tentangga menyapa, apabila melewati sekelompok masyarakat menyapa dengan sopan, melayat warga yang sedangminggal dengan memberikan sumbangan, menjenguk tetangga yang sakit, ikut berpartisipasi dalam kerja bakti, meminta ijin jika tidak bisa mengikuti kegiatan RT, menyadari kekurangan dan mudah memaafkan, dan sebagainya.
Di samping itu ajaran moral yang betul-betul ditekankan di Pondok Pesantren Walibarokah Burengan Banjaran Kediri dan bahkan di masjid-masjid LDII yang lain adalah adanya enam tabiat luhur yang mencakup rukun, kompak, kerjasama yang baik, jujur, amanah, mujhid muzhid (hemat). Dengan ‘doktrin’ moral ini diharapkan para alumni Pondok Burengan betul-betul menjadi warga masyarakat dan warga negara yang baik yang akan mampu menciptakan iklim kedamaian dalam masyarakat.
Kerjasama dengan Masyarakat Sekitar 
Sebagaimana
yang dijelaskan sebelumnya bahwa pesantren bukanlah symbol dari
‘elitisasi’ ilmu Islam. Dalam hubungan itulah Pondok Pesantren
Walibarokah Burengan Banjaran Kediri berusaha untuk menghilangkan kesan
adanya keterpisahan antara pondok pesantren dengan masyarakat di
sekitarnya. Di bidang ekonomi, Pondok Pesantren Walibarokah Burengan
Banjaran Kediri meluncurkan program ekonomi mandiri dengan cara
mendirikan UB (Usaha Bersama) yang merupakan unit retail yang bukan
hanya melayani warga pondok namun juga melayani masyarakat di
sekitarnya. Selain itu di bidang kemasyarakatan Pondok Pesantren Walibarokah Burengan Banjaran Kediri juga menjalin hubungan yang sinergis dengan pemerintah kabupaten Kediri untuk memperkuat ukhuwah antara ulama dengan umara. Bukti yang dapat dikemukakan di sini adalah keikutsertaan Pondok Pesantren Walibarokah Burengan Banjaran Kediri dalam lembaga Paguyuban Antar Umat Agama dan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Lembaga ini merupakan badan kerjasama antar umat beragama dalam mengatasi berbagai persoalan yang harus dipecakan bersama-sama.